Bobotoh Antifasis
Tulisan berikut saya ambil dari artikel di buletin NorthSider Terrace Fanzine #2 yang saya dapat saat istirahat setengah main ketika menyaksikan Persib bertanding di Siliwangi melawan Persidafon. Buletin tersebut sengaja disebar oleh gabungan beberapa supporter Persib yang berada di salah satu bagian di tribun utara stadion Siliwangi, dengan tujuan memberikan bahan bacaan kepada bobotoh disaat menunggu babak ke 2. Tulisan yang cukup bisa memberikan mungkin sedikit saja pencerdasan kepada yang membacanya :)
Bobotoh Antifasis
text by @ouwly
Antifa Bobotoh, kependekan dari kata anti fasis dan bobotoh. Dalam sudut pandang awam dan populer fasisme seringkali disangkutpautkan dengan Hitler, Nazi dan segala macam embel-embelnya. Fasisme juga seringkali dikaitkan dengan anti-yahudi, sehingga faham neo-nazi dengan mudahnya begitu populer di beberapa kalangan Islam garis keras di negeri ini dengan semangat kebencian terhadap suatu ras.
Lantas apa itu fasis? dalam pengertian yang njlimet fasis atau fasisme adalah gerakan radikal ideologi nasionalis otoriter politik. Fasis berusaha untuk mengatur bangsa menurut perpektif korporitas, nilai dan sistem, termasuk sistem politik dan ekonomi. Fasis meninggikan kekerasan, perang, dan militerisme sebagai memberikan perubahan positif dalam masyarakat. Dalam bahasa sederhana, atau definisi sempit menurut kami, fasis adalah ideologi yang anti toleransi, pun terhadap keberagamaan kultur di atas tribun, mengagungkan simbol-simbol kebencian dan kekerasan terhadap warna lain dalam membangun kekuatan supporter.
Tidak dipungkiri bahwa rivalitas adalah bagian dari kultur sepak bola, namun bukan kebencian terhadap warna lain adalah hal meski kita umbar saat kita berada di atas tribun, penganut antifa bobotoh lebih mengutamakan dukungan mereka terhadap tim kesayangan, menyuarakan yel-yel positif yang bisa mengobarkan semangat saat Persib Bandung berlaga, adalah tujuan utama dari kami saat berdiri tegak di belakang gawang, bukan untuk mengumbar kebencian terhadap warna lain.
"Stay Your Ground" adalah prinsip yang kita pegang di atas tribun, pengertiannya kurang lebih "mereka jual kita beli" jangan pernah memulai suatu konflik yang berhubungan dengan bola, namun jika ada yang memprovokasi kita, jangan gentar, pertahankan apa yang kita yakini itu benar, ini lebih kepada masalah laki-laki, lawan apa yang telah mengusik harga diri kita, namun ingat, tunjuk siapa yang bermasalah, jangan pukul rata, jangan pula keroyokan, do the fair fight! at last. Kalau pun konflik, perkelahian, tos-tosan, yeah whatever it's name, ingat, kita bukan pembunuh, tau batas, gunakan tangan kosong, pastikan kita sadar (dalam artian tidak ada substansi yang membuat kita lepas kontrol) dan sekali lagi! jangan keroyokan. Jangan sampai ada nyawa ataupun yang terluka parah disini! hidup terlalu berharga jika meski mati untuk bola-bolaan kawan!
Lalu sejenak kita melihat kebelakang, bukan membuka lembaran duka, tragedi 27/05 kemarin seharusnya menjadi titik balik bagi kita untuk sesaat merenung, akan dibawa kemana arah kultur supporter negeri ini, sementara untuk berharap lebih pada kinerja dari otoritas yang berwenang (PSSI-PANPEL-POLISI) untuk membuat regulasi keamanan dan kenyamanan dalam menikmati sepak bola di tribun manapun di negeri ini rasanya masih teramat jauh. Sebagai supporter kita sendiri harus menciptakan kenyamanan tersebut, mulai dari memberi ruang terhadap supporter tamu walau tidak harus menyambutnya secara berlebihan, saling menjaga di atas tribun, tidak untuk menyanyikan lagu-lagu yang bernada provokatif dan tidak layak didengar fans di bawah umur, ingat banyak anak kecil di atas tribun.
Balik lagi ke konteks anti-fasis di atas., intinya balik lagi tujuan kita datang ke tribun, kita supporter, bukan untuk menjadi haters, teman.